“Kita hanya dibekali surat ini (IMB). Bahkan perusahaannya saya pun belum tahu, Kang,” ujarnya sembari memperlihatkan dokumen izin.
Fakta yang lebih mengejutkan, IMB tersebut tercatat untuk bangunan rumah dan toko, bukan untuk pembangunan server induk/data center. Artinya, jika terjadi perubahan fungsi yang tidak sesuai peruntukan, izin tersebut dapat dicabut sesuai ketentuan peraturan daerah dan Undang-undang Cipta Kerja.
Warga kini mendesak pihak perusahaan dan pemerintah daerah untuk segera memberikan klarifikasi resmi. Menurut mereka, proyek yang berpotensi berdampak luas ini harus memenuhi prinsip keterbukaan informasi publik dan partisipasi warga.
“Kalau memang izinnya untuk server induk atau data center, harus jelas siapa pengelola dan bagaimana dampak lingkungannya. Jangan sampai warga jadi korban,” tambah Dede.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak perusahaan belum memberikan keterangan resmi. Mandor di lapangan berjanji akan menyampaikan permintaan konfirmasi ke pimpinan proyeknya.