“Itu titik balik saya. Dulu saya nggak punya rumah, mobil, motor, tapi dari 12 juta bisa beli motor Mio dan HP Blackberry Onyx waktu itu,” ungkapnya.
Berbekal kepercayaan diri dan pengalaman pertama tersebut, Ali mulai serius melanjutkan bisnis broker properti ini. Tahun 2012, ia mampu membangun 3 rumah. Setahun kemudian, 10 rumah. Lalu terus berkembang hingga 100 rumah dalam satu proyek. Sejak saat itu, proyek yang ia pegang besarnya tidak pernah kurang dari 30 unit.
Akan tetapi, dunia bisnis tak selalu mulus. Tahun 2014, Ali kembali jatuh. Kali ini karena terlalu percaya diri, ia membuka 5 proyek sekaligus di masa transisi pemerintahan dan perubahan regulasi ekonomi.
Semua kerja keras dari 2011 sampai 2014 senilai Rp2 miliar lenyap. Rumah dan mobil harus dijual. Ia kembali ke titik nol.
Tidak menyerah, Ali bangkit kembali dan membangun bisnisnya dari awal. Sejak 2020, ia memilih jadi single player dengan mengelola tim kecil tapi efisien.
“Manajemen saya hanya 50 orang, tapi tukangnya bisa sampai ratusan untuk 7 titik proyek. Meskipun single player, saya gandeng orang-orang kompeten agar tetap bertahan,” paparnya.