Ucapan sederhana itu tumbuh jadi cita-cita yang diam-diam ia genggam.
Merantau, Jatuh, dan Mencari Arah
Tahun 1995, Ali merantau ke Semarang untuk kuliah sambil bekerja. Krisis ekonomi ’97-’98 memukul keras kehidupan keluarganya. Ali akhirnya mencoba peruntungan lain dengan masuk ke bisnis jual beli handphone second. Sepuluh tahun ia geluti bisnis itu, tapi penghasilannya bahkan belum cukup untuk membeli rumah seperti yang ia cita-citakan sewaktu kecil.
Tahun 2009, ia memberanikan diri untuk pindah ke Jakarta dengan membawa tekad baru. “Saya punya prinsip, kalau mau masuk dunia baru, bakar kapal sekalian.” Tiga kios HP second miliknya ia jual habis. Ia memulai dari nol dengan modal Rp65 Juta.
Namun nasib berkata lain: satu setengah tahun di Jakarta, uang itu habis tak bersisa.
Kembali ke Semarang dalam keadaan kosong, Ali mengaku bingung. “Saya nggak punya apa-apa. Waktu itu saya banyak berdoa. Saya tahajud, baca Qur’an, minta petunjuk sama Allah,” ungkapnya mengenang masa lalu.
Sampai akhirnya, suatu sore di Plaza Simpang Lima, ia bertemu seorang teman yang mengajaknya ke seminar properti. Awalnya Ali ragu mengingat biaya seminar seharga Rp100.000 yang kala itu terlampau mahal baginya.