“Faktornya banyak, mulai dari terbatasnya daya tampung SMA/SMK negeri, tingginya Dana Sumbangan Pendidikan, hingga kurangnya transparansi Rencana Anggaran Sekolah. Padahal, lulusan SMP di Garut mencapai 52 ribu per tahun, tapi hanya 40 ribu kursi yang tersedia di SMA/SMK negeri dan swasta,” tambah Yuda.
Yuda dan Hj. Diah berharap Pemprov Jawa Barat memberi perhatian serius dengan menambah sekolah menengah atas negeri di Garut dan meningkatkan fasilitas yang ada, agar sekolah tak perlu lagi membebankan orang tua dengan biaya tinggi. Program CSR perusahaan juga diharapkan bisa diarahkan untuk mendukung fasilitas pendidikan.
“Kalau sekolah negeri fasilitasnya memadai dan gratis, maka tidak akan banyak anak putus sekolah. Ini bentuk tanggung jawab kita bersama,” tegas Hj. Diah Kurniasari.
Ajak ini bukan hanya cerita satu anak, tetapi ajakan kepada semua pihak untuk bergerak. Kepedulian yang dilakukan oleh wakil rakyat dan jajaran pemerintah kecamatan serta kelurahan hari ini membuktikan bahwa dengan gotong royong, satu anak bisa diselamatkan dari jurang putus sekolah.